Translate

Sabtu, 25 Agustus 2012

Please Don’t Go !



Langkah kaki ini terdengar menggema di sepanjang koridor kampus. Sepi... mungkin hanya tinggal aku dan beberapa orang saja yang berada di lantai 3.
            “Ah, menyebalkan sekali !” desahku.
Aku mulai menuruni anak buah tangga satu persatu, suasana begitu sepi dan aku hanya berjalan sendiri, sepertinya suara langkah kakiku sendiri dan gesekan-gesekan daun tertiup angin yang dapat kudengarkan saat ini. Kutengok kanan dan kiri koridor yang ku lewati, ternyata memang tinggal aku saja yang masih disini.
Aku memandangnya dari kejauhan, dari koridor lantai satu ke tempat parkiran untuk para mahasiswa yang malam ini terlihat begitu remang-remang, tapi aku hafal siapa orang yang sedang berada di tempat parkir itu sendirian. Mulai dari tegap tubuhnya, dan tas ranselnya yang tak asing lagi bagiku. Tak lama setelah itu, sebelum aku benar-benar melihat senyumnya, suara motornya menderu dan dengan perlahan menghilang pergi.

*_*

Hawa siang ini begitu panas, tentunya membuat semua orang malas untuk beraktivitas kecuali duduk di depan kipas angin sambil menikmati ice yang mungkin mampu menghilangkan dahaga sesaat, jujur saja, sebenarnya memang itu yang kuinginkan. Tapi semua berkata lain, hari ini aku masuk siang. Masih diuntung masuk siang, daripada masuk malam, sama saja itu akan menyita waktu tidur malamku yang akan berjalan lebih awal. HP-ku berdering, Sinta menelefonku.
            “Ra, cepet keluaar ! Gue udah sampai !”
            “Hm”
Dengan malas aku beranjak dari sofa kamar dan meraih tas yang berada di atas kasurku. Ku hampiri Sinta yang sudah stand by di dalam mobil Xenia-nya, lalu aku masuk kedalam dan duduk disampingnya.
            “Panas, ya ?” tanyanya.
            “Menurutmu ?”
            “Hehe...”
5 menit kemudian...
Suasana kampus sangat ramai, aku dan Sinta segera menuju ke kelas yang berada dilantai 3, sangat jauh dan begitu melelahkan. Apakah kalian tahu apa yang kudapati saat perjalanan ke kelasku ?
Dia duduk di depan kelasnya, ya Bayu. Saat aku lewat di depannya, seketika Sinta melirikku, aku melirik kearah Bayu, dan Bayu sama sekali tidak memadang kearahku. Hanya diam dengan tatapan kosong. Kau tahu ? Hatiku sakit. Aku tak tahu kenapa tiba-tiba Bayu begitu membenciku sehingga dia tak mau menyapa, apalagi memandangku. Aku memejamkan mataku sebentar, mencoba melupakan hal yang yang sudah biasa aku temui dan kurasakan.

Apa salahku ?
Cinta ini membunuhku, bahkan aku hanya percaya kamu.
Tahukah kamu ? Aku selalu merindukanmu.
Tetapi kau hanya diam tanpa kata. Dan kamu tak pernah menggubris semua pertanyaanku.
Apakah cinta sampai disini saja ?
Aku benar-benar rindu setengah mati kepadamu !

*_*

Hampir menginjak semester ke-3, aku bahkan tak bisa melupakannya, tak tahu apa yang telah kuperbuat sehingga Bayu sekarang ini benar-benar membenciku. Jika ditelan kesepian, bayangan masa laluku bersamanya selalu hadir menghantuiku. Aku satu tingkat dengan Bayu, masa-masa putih biru itu masih selalu kuingat. Pertengahan kelas satu, Bayu selalu kuperhatikan, diam-diam aku selalu mencuri pandangannya. Tanpa kusadari, ternyata dia tahu kalau aku selalu memperhatikannya. Semakin lama kita semakin dekat saja, hingga awal kelas 3 SMP, aku menjadi perempuan pertama yang berhasil menempati hati kosong milik Bayu, dan Bayu juga menjadi orang yang telah berhasil mencuri hatiku.
            Awal kelas 2 SMA, aku kehilangan kedua orangtuaku, untuk selamanya. Kecelakaan tragis itu bahkan tak bisa kubayangkan. Truk bodoh ! saat itu hanya Bayu yang kupunya, aku tak mau kehilangan orang yang aku sayang pula. Aku begitu membutuhkannya. Mungkin diriku masih terlarut dalam kesedihan atas kepergian orangtuaku, hingga aku lebih senang menyendiri. Aku jarang meng-contact Bayu, aku jarang bertemu Bayu, aku takut jika hal itu akan membuat hati Bayu menjadi sakit karena tak pernah kuperhatikan karena sikapku yang saat itu telah berubah, dan pertengahan kelas 2, terpaksa aku harus berpisah dengan Bayu. Ekspresi Bayu terlihat kaget, tak percaya, tapi dia tahu dan bisa menyesuaikan keadaan. Bayu anak pendiam, dia tampan, pintar juga kaya. Mungkin Bayu akan lebih mudah untuk mencari penggantiku. Setelah putus dengan Bayu-pun aku hanya bisa menangisinya.
            Aku menangis di sudut ruangan yang gelap dan sangat luas ini, tetapi tak sendirian, selayaknya aku masih ditemani oleh suara isak tangisku sendiri. Bayu... apakah kau tak pernah merasakannya, jika aku selalu menangisimu ? Tiba-tiba, seberkas cahaya itu muncul tak jauh dari hadapanku, cahayanya begitu terang, membuat kedua mataku yang sembab terlihat dengan jelas karena sering menangis.
Aku yakin dia seorang bidadari, kedua sayapnya mengepak dengan indah, gaun yang dikenakannya simple tapi terlihat begitu mewah, rambut panjangnya terurai di hiasi dengan mahkota bunga, perlahan dia datang menujuku. Kutatap wajahnya, kedua sorot matanya begitu indah dan bibir tipisnya-pun menyinggungkan sebuah senyuman manis.
“Kenapa kau terus menangis ?”
Aku terdiam sejenak, masih terus menangis....
“2 tahun semenjak kepergiannya, jujur aku taku tak bisa melupakannya, dan kini aku merindukannya lagi, selalu merindukannya...”
Jemari lentiknya perlahan mulai menyentuh pipiku.
“Jangan terlalu mengharapkan dia, karena disana dia sudah tak mengharapkanmu lagi.”
Aku terhenyak kaget, lalu apa gunanya aku selalu menangisinya ? Selalu mengharapkan agar dapat kembali lagi bersamaku ?
Bidadari cantik itu hanya tersenyum, dia mundur beberapa langkah, makin lama makin jauh. Kini aku sadar bahwa dia telah meninggalkanku sendirian dan suasana gelap-pun kembali menghiasi ruangan ini.
Air mata ini mengalir, MIMIPI ITU datang lagi !

*_*

Kuikuti jejak langkahnya, hari ini aku masuk malam, begitu juga dengan Bayu. Ketika jam pulang, kuikuti dia, sampai di tempat parkir yang luas ini, aku memberanikan diri untuk memanggilnya, sebenarnya dia sudah mengetahui keberadaanku yang terus mengikutinya.
“Bayu !!”
Dia tetap berjalan, seolah – olah tak mendengar suaraku.
“Bayu ! Please !”
Bayu menghentikan langkahnya, aku juga ikut berhenti. Mungkin jika aku berjalan mendekatinya, dia akan berjalan menjauh.
“Kenapa kamu begitu marah denganku ?”
......
Tak ada jawaban darinya.
“Kenapa kamu begitu membenciku ?”
“Kenapa ?”
......
“Kamu ingat saat kedua orang tuamu meninggal ?”
“Kamu ingat siapa yang sangat kamu butuhkan ketika mereka sudah tak berada di dekatmu lagi ?
Dia bertanya dengan nada dingin tanpa menoleh ke arahku.
“Kamu ingat apa yang kau ucapkan kepada orang yang sangat kau butuhkan itu ?”
            “.... jangan meninggalkanku.” Ucapku lirih, tapi aku yakin dia mendengarnya.
            “Tapi siapa yang akhirnya pergi ? Kamu Rin yang pergi, benar – benar sakit rasanya. Aku tak rela kamu pergi begitu saja, tak ku sangka orang yang sangat aku sayang tidak lagi berada di sampingku, semenjak saat itu, aku tak dapat menghubungimu ! Aku tak tahu kemana saja kau pergi, aku bahkan tak tahu bagaimana keadaanmu, masih hidup atau sudah mati....”
   “Perasaanku kacau ! Setiap hari hanya bisa menangisimu, aku berusaha untuk mencarimu ! Tapi semuanya sia – sia, bisakah kau merasakan, atau minimal bayangkan jika saat itu kamu berada di posisiku ?”
“Aku memang sangat menyayangimu, tapi itu dahulu ! Mungkin sekarang ini aku sudah nyaris melupakan semua kenangan denganmu jika kita tidak berada di satu universitas, dan kini kau kembali dengan membawa perbuatan bodohmu yang membuat perih di hatiku !”
Lagi – lagi aku hanya mampu terdiam...
“Bay... Aku juga melakukan hal yang sama sepertimu....” ujarku.
“Beri aku kesempatan...”
Bayu terdiam, mungkin aku terlalu lancang mengucapkan kata ini.
“Masih dapatkah kita berteman ?”
“Tidak !” sahutnya cepat.
“Aku terlalu mencintaimu untuk menjadi seorang temanmu.”
“Lalu ?”
“Tapi.... Aku juga tak akan pernah mau kembali denganmu lagi !”
Dia berlalu pergi meninggalkanku sendiri, kedua kakiku rasanya sudah tak mampu menopang badanku, aku langsung terduduk dan menangis di tempat yang reang – remang ini. Gelap sepi, seperti hatiku selama beberapa tahun terakhir ini.

Hujan Kepedihan...

 
Rintik-rintik hujan malam ini ...
Mulai membasahi bumi
Dengan perlahan....
Hawa dingin merasuk ke dalam tubuhku
Dingin....
Sangat dingin yang kurasa
Perlahan, hawa ini merasuk ke dalam hatiku
Kau yang selalu memeluk hatiku dengan hangat
Kini tiada lagi disisiku
Kau pergi, kau menjauh....
Senyuman manismu....
Mata indahmu....
Tak pernah lagi aku bisa melihatnya
Luka yang terasa jika aku mengingatmu
Aku tak pernah lupa
Saat hujan turun kau berkata
“Andai rintik-rik air hujan ini sebanyak rasa cintamu padaku”
Tapi, semua itu telah berlalu
Meninggalkan sebuah kenangan, Hujan Kepedihan...

Jumat, 24 Agustus 2012

Memori

Kubuka dengan perlahan sepasang mata ini
Terasa sangat berat...
Terasa melekat erat...
Jika aku terus menutup mata ini
Secercah memori ini terus menghantui
Selalu kulihat dua orang berlarian bersama
Selalu kudengar tawa bahagia bersama
Hal itu...
Tertawa, berlarian bersama
Sudah tak kurasakan selama dua tahun silam
Aku merindukan hal itu
Tapi aku lebih merindukan...
Dengan orang yang telah membuat memori itu
Membekas jelas di dalam pikiranku
Kamu dimana ?
Sedang apa ?
Terkadang aku merasa tersiksa
Karena kita tak dapat mengulang semua ini
Apakah kau tahu ?
I'll never forget
'bout OUR MEMORY