Langkah
kaki ini terdengar menggema di sepanjang koridor kampus. Sepi... mungkin hanya
tinggal aku dan beberapa orang saja yang berada di lantai 3.
“Ah, menyebalkan sekali !” desahku.
Aku
mulai menuruni anak buah tangga satu persatu, suasana begitu sepi dan aku hanya
berjalan sendiri, sepertinya suara langkah kakiku sendiri dan gesekan-gesekan
daun tertiup angin yang dapat kudengarkan saat ini. Kutengok kanan dan kiri
koridor yang ku lewati, ternyata memang tinggal aku saja yang masih disini.
Aku
memandangnya dari kejauhan, dari koridor lantai satu ke tempat parkiran untuk
para mahasiswa yang malam ini terlihat begitu remang-remang, tapi aku hafal
siapa orang yang sedang berada di tempat parkir itu sendirian. Mulai dari tegap
tubuhnya, dan tas ranselnya yang tak asing lagi bagiku. Tak lama setelah itu,
sebelum aku benar-benar melihat senyumnya, suara motornya menderu dan dengan
perlahan menghilang pergi.
*_*
Hawa
siang ini begitu panas, tentunya membuat semua orang malas untuk beraktivitas
kecuali duduk di depan kipas angin sambil menikmati ice yang mungkin mampu
menghilangkan dahaga sesaat, jujur saja, sebenarnya memang itu yang kuinginkan.
Tapi semua berkata lain, hari ini aku masuk siang. Masih diuntung masuk siang,
daripada masuk malam, sama saja itu akan menyita waktu tidur malamku yang akan
berjalan lebih awal. HP-ku berdering, Sinta menelefonku.
“Ra, cepet keluaar ! Gue udah sampai !”
“Hm”
Dengan
malas aku beranjak dari sofa kamar dan meraih tas yang berada di atas kasurku.
Ku hampiri Sinta yang sudah stand by di dalam mobil Xenia-nya, lalu aku
masuk kedalam dan duduk disampingnya.
“Panas, ya ?” tanyanya.
“Menurutmu ?”
“Hehe...”
5 menit kemudian...
Suasana
kampus sangat ramai, aku dan Sinta segera menuju ke kelas yang berada dilantai
3, sangat jauh dan begitu melelahkan. Apakah kalian tahu apa yang kudapati saat
perjalanan ke kelasku ?
Dia
duduk di depan kelasnya, ya Bayu. Saat aku lewat di depannya, seketika Sinta
melirikku, aku melirik kearah Bayu, dan Bayu sama sekali tidak memadang
kearahku. Hanya diam dengan tatapan kosong. Kau tahu ? Hatiku sakit. Aku tak
tahu kenapa tiba-tiba Bayu begitu membenciku sehingga dia tak mau menyapa,
apalagi memandangku. Aku memejamkan mataku sebentar, mencoba melupakan hal yang
yang sudah biasa aku temui dan kurasakan.
Apa
salahku ?
Cinta
ini membunuhku, bahkan aku hanya percaya kamu.
Tahukah
kamu ? Aku selalu merindukanmu.
Tetapi
kau hanya diam tanpa kata. Dan kamu tak pernah menggubris semua pertanyaanku.
Apakah
cinta sampai disini saja ?
Aku
benar-benar rindu setengah mati kepadamu !
*_*
Hampir
menginjak semester ke-3, aku bahkan tak bisa melupakannya, tak tahu apa yang
telah kuperbuat sehingga Bayu sekarang ini benar-benar membenciku. Jika ditelan
kesepian, bayangan masa laluku bersamanya selalu hadir menghantuiku. Aku satu
tingkat dengan Bayu, masa-masa putih biru itu masih selalu kuingat. Pertengahan
kelas satu, Bayu selalu kuperhatikan, diam-diam aku selalu mencuri
pandangannya. Tanpa kusadari, ternyata dia tahu kalau aku selalu
memperhatikannya. Semakin lama kita semakin dekat saja, hingga awal kelas 3
SMP, aku menjadi perempuan pertama yang berhasil menempati hati kosong milik
Bayu, dan Bayu juga menjadi orang yang telah berhasil mencuri hatiku.
Awal kelas 2 SMA, aku kehilangan kedua orangtuaku, untuk
selamanya. Kecelakaan tragis itu bahkan tak bisa kubayangkan. Truk bodoh ! saat
itu hanya Bayu yang kupunya, aku tak mau kehilangan orang yang aku sayang pula.
Aku begitu membutuhkannya. Mungkin diriku masih terlarut dalam kesedihan atas
kepergian orangtuaku, hingga aku lebih senang menyendiri. Aku jarang
meng-contact Bayu, aku jarang bertemu Bayu, aku takut jika hal itu akan membuat
hati Bayu menjadi sakit karena tak pernah kuperhatikan karena sikapku yang saat
itu telah berubah, dan pertengahan kelas 2, terpaksa aku harus berpisah dengan
Bayu. Ekspresi Bayu terlihat kaget, tak percaya, tapi dia tahu dan bisa
menyesuaikan keadaan. Bayu anak pendiam, dia tampan, pintar juga kaya. Mungkin
Bayu akan lebih mudah untuk mencari penggantiku. Setelah putus dengan Bayu-pun
aku hanya bisa menangisinya.
Aku menangis di sudut ruangan yang gelap dan sangat luas
ini, tetapi tak sendirian, selayaknya aku masih ditemani oleh suara isak
tangisku sendiri. Bayu... apakah kau tak pernah merasakannya, jika aku selalu
menangisimu ? Tiba-tiba, seberkas cahaya itu muncul tak jauh dari hadapanku,
cahayanya begitu terang, membuat kedua mataku yang sembab terlihat dengan jelas
karena sering menangis.
Aku
yakin dia seorang bidadari, kedua sayapnya mengepak dengan indah, gaun yang
dikenakannya simple tapi terlihat begitu mewah, rambut panjangnya terurai di
hiasi dengan mahkota bunga, perlahan dia datang menujuku. Kutatap wajahnya,
kedua sorot matanya begitu indah dan bibir tipisnya-pun menyinggungkan sebuah
senyuman manis.
“Kenapa
kau terus menangis ?”
Aku
terdiam sejenak, masih terus menangis....
“2
tahun semenjak kepergiannya, jujur aku taku tak bisa melupakannya, dan kini aku
merindukannya lagi, selalu merindukannya...”
Jemari
lentiknya perlahan mulai menyentuh pipiku.
“Jangan
terlalu mengharapkan dia, karena disana dia sudah tak mengharapkanmu lagi.”
Aku
terhenyak kaget, lalu apa gunanya aku selalu menangisinya ? Selalu mengharapkan
agar dapat kembali lagi bersamaku ?
Bidadari
cantik itu hanya tersenyum, dia mundur beberapa langkah, makin lama makin jauh.
Kini aku sadar bahwa dia telah meninggalkanku sendirian dan suasana gelap-pun
kembali menghiasi ruangan ini.
Air
mata ini mengalir, MIMIPI ITU datang lagi !
*_*
Kuikuti
jejak langkahnya, hari ini aku masuk malam, begitu juga dengan Bayu. Ketika jam
pulang, kuikuti dia, sampai di tempat parkir yang luas ini, aku memberanikan
diri untuk memanggilnya, sebenarnya dia sudah mengetahui keberadaanku yang
terus mengikutinya.
“Bayu
!!”
Dia
tetap berjalan, seolah – olah tak mendengar suaraku.
“Bayu
! Please !”
Bayu
menghentikan langkahnya, aku juga ikut berhenti. Mungkin jika aku berjalan
mendekatinya, dia akan berjalan menjauh.
“Kenapa
kamu begitu marah denganku ?”
......
Tak
ada jawaban darinya.
“Kenapa
kamu begitu membenciku ?”
“Kenapa
?”
......
“Kamu
ingat saat kedua orang tuamu meninggal ?”
“Kamu
ingat siapa yang sangat kamu butuhkan ketika mereka sudah tak berada di dekatmu
lagi ?
Dia
bertanya dengan nada dingin tanpa menoleh ke arahku.
“Kamu
ingat apa yang kau ucapkan kepada orang yang sangat kau butuhkan itu ?”
“.... jangan meninggalkanku.” Ucapku lirih, tapi aku
yakin dia mendengarnya.
“Tapi siapa yang akhirnya pergi ? Kamu Rin yang pergi,
benar – benar sakit rasanya. Aku tak rela kamu pergi begitu saja, tak ku sangka
orang yang sangat aku sayang tidak lagi berada di sampingku, semenjak saat itu,
aku tak dapat menghubungimu ! Aku tak tahu kemana saja kau pergi, aku bahkan
tak tahu bagaimana keadaanmu, masih hidup atau sudah mati....”
“Perasaanku kacau ! Setiap hari hanya bisa
menangisimu, aku berusaha untuk mencarimu ! Tapi semuanya sia – sia, bisakah
kau merasakan, atau minimal bayangkan jika saat itu kamu berada di posisiku ?”
“Aku
memang sangat menyayangimu, tapi itu dahulu ! Mungkin sekarang ini aku sudah
nyaris melupakan semua kenangan denganmu jika kita tidak berada di satu
universitas, dan kini kau kembali dengan membawa perbuatan bodohmu yang membuat
perih di hatiku !”
Lagi
– lagi aku hanya mampu terdiam...
“Bay...
Aku juga melakukan hal yang sama sepertimu....” ujarku.
“Beri
aku kesempatan...”
Bayu
terdiam, mungkin aku terlalu lancang mengucapkan kata ini.
“Masih
dapatkah kita berteman ?”
“Tidak
!” sahutnya cepat.
“Aku
terlalu mencintaimu untuk menjadi seorang temanmu.”
“Lalu
?”
“Tapi....
Aku juga tak akan pernah mau kembali denganmu lagi !”
Dia
berlalu pergi meninggalkanku sendiri, kedua kakiku rasanya sudah tak mampu
menopang badanku, aku langsung terduduk dan menangis di tempat yang reang –
remang ini. Gelap sepi, seperti hatiku selama beberapa tahun terakhir ini.